For the Love of Books

Pesan Untuk Pembeli Buku Bajakan

OLEH ARMAN DHANI
Penulis, Redaktur jalankaji

rijksmuseeHai, maaf, mengganggu waktumu. Terima kasih ya sudah membeli buku asli yang kutulis. Buat kalian yang membeli buku bajakan dari karya yang kutulis, aku ingin tahu apa alasanmu melakukan itu. Apakah karena buku bajakan lebih murah? Tak ada toko buku asli di sekitarmu? Kamu tak tahu kalau buku itu palsu? Apapun itu, aku berharap, kamu tahu bahwa membeli buku bajakan itu hal yang salah.

Read More…

Tentang Tuhan Yang Tak Perlu Selesai

OLEH FEBY INDIRANI
Penulis

gm1
Pada mulanya adalah kata, ujar Alkitab. Tapi, “Seorang penyair percaya pada mulanya adalah pembacaan,” tulis Goenawan Mohamad atau GM.

Dan GM sebermula adalah seorang penyair meskipun tentu saja memiliki berbagai atribusi dan dimensi lain. Dalam amatan saya, GM nyaris selalu menjadikan puisi sebagai moda pemikirannya –dalam tulisan, lisan, maupun lukisan-- untuk meraba kebenaran, mendedahkan persoalan, termasuk mendekati Tuhan.
Read More…

Beberapa Pertemuan Saya dan Daniel Dhakidae

In Memoriam

Hikmat Budiman |
Direktur Eksekutif Populi Center | Editor JalanKaji.Net

| |

dd-dan-ju-lan

Daniel Dhakidae dan Thung Ju Lan dalam acara diksusi buku Seri Hak Minoritas dan Multikulturalisme terbitan Yayasan Interseksi tahun 2007 di Hotel Santika, Jakarta Barat, 4 September 2007.



Tadi pagi, Selasa, 6 April 2021, puluhan pesan WA mengantarkan kabar duka lagi. Daniel Dhakidae, salah seorang intelektual publik dengan reputasi besar telah pergi menghadap illahi akibat serangan jantung pada pukul 3 dini hari. Seperti ribuan orang lainnya, saya tentu saja ikut merasakan sebuah kehilangan besar oleh kepergiannya itu. Sosok Daniel Dhakidae sudah menjulang tinggi di mata saya bahkan sejak saya masih kuliah S1 di akhir 1980an sampai awal 1990an. Meskipun saya tidak pernah benar-benar kenal dekat secara personal, tapi ada beberapa momen dalam hidup kami yang sempat bersisian dan membuat respect saya kepadanya semakin bertambah besar. Bahwa saya menggunakan panggilan “Pak Daniel”, dan bukan “Bung Daniel” atau “Bang Daniel” saja itu sudah menunjukkan saya memang tidaklah terlampau akrab dengannya. Tapi semua orang yang membaca ilmu sosial di Indonesia dengan cukup serius pasti mengenal akrab nama dan karya-karyanya. Saya ingin suatu saat bisa menulis tentang jejak-jejak pemikiran Daniel Dhakidae, seperti yang ditulis oleh kawan, kolega dan handai taulan Pak Daniel yang pintar-pintar itu, tapi sampai saat itu tiba, hari ini saya hanya ingin menulis hal yang sifatnya sedikit personal, semacam sebuah cerita tentang Pak Daniel dan saya. Mudah-mudahan jadi penglipur lara paling tidak bagi hati saya sendiri.

Read More…

Intelektual Tanpa Kuasa, Intelektual Tanpa Daya?

Gde Dwitya
Peneliti Sasmita Research and Creative Lab, Yogjakarta |Editor JalanKaji.Net
gde.dwitya@jalankaji.net

| |

photo-1606352466047-7cef02b312bb

Esai bernas kanda Airlangga Pribadi Kusman di harian Kompas tempo hari benar-benar menggetarkan telepon genggam saya. Pasalnya, bung Philips Vermonte mengirimkan esai tersebut ke grup WA Jalankaji. Dengan judul yang singkat jumlah katanya tapi meluas jangkauan temanya, esai tersebut segera menarik hati: Ada apa dengan intelektual publik Indonesia?


Dengan meyakinkan Kusman menulis: intelektual publik kita pasca Orde Baru sedang dirundung tragedi. Intelektual kita, dalam amatan beliau, memiliki kecenderungan untuk “mengabdi pada kekuasaan atau sibuk mereproduksi pengetahuan di kalangan akademisi saja.” Sebagai akibatnya, para intelektual melupakan kewajibannya untuk “memberikan sumbangan pengetahuan kritis bagi warga negara.” Read More…

Cogito Orgasmus, Coito Ergo Sum. Dari Mimpi Descartes sampai Para Pemburu Bidadari

Esai Plesetan tentang Mimpi dan Descartes.

Hikmat Budiman |
Editor JalanKaji.Net


| |
photo-1580689473660-bf6c02088dbd


Apa yang berharga dari sebuah mimpi? Martin Luther King Jr. disanjung orang antara lain juga karena ia bisa mengukuhkan sebuah mimpi menjadi itikad yang begitu keras, dan gelombang pengikut yang bergelora. Ia bermimpi tentang tumbuhnya Amerika Serikat yang lebih toleran, yang tidak memperlakukan warna kulit sebagai muasal sembarang jenis dosa. Walaupun King wafat sambil mendekap mimpinya yang berantakan,--karena AS sampai kini tetap menjadi salah satu negeri rasialis terbesar--toh penghormatan orang tidak lantas berkurang karenanya. Dalam pidatonya memang dikatakan bahwa “semalam saya bermimpi”, tapi mimpi King di situ kemungkinan bukan hanya apa yang sering disebut “kembang tidur”, melainkan juga sebuah kiasan untuk sebuah tekad atau harapan tentang masa depan yang letaknya tidak musti selalu jauh. Kita, di sini, sampai ini hari, biasa menyebut mimpi-mimpi yang langsung terkait atau tidak--artinya sengaja dikait-kaitkan--dengan sebuah realitas di luar tidur itu sebagai cita-cita. Tapi ia juga bisa berarti wangsit atau ilham.

Read More…